KAJIAN AYAT-AYAT PENGHUNI SURGA DALAM TAFSIR FAIḌ AR-RAḤMĀN KARYA KIAI SHALEH DARAT (Analisis Epistemologi Tafsir dan Hedonisme Transendental)

Klawing, Arjuna (2024) KAJIAN AYAT-AYAT PENGHUNI SURGA DALAM TAFSIR FAIḌ AR-RAḤMĀN KARYA KIAI SHALEH DARAT (Analisis Epistemologi Tafsir dan Hedonisme Transendental). Masters thesis, UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto.

Preview

Text KLAWING ARJUNA_KAJIAN AYAT-AYAT PENGHUNI SURGA DALAM TAFSIR FAID AR-RAHMAN KARYA KIAI SHALEH DARAT (Analisis Epistemologi Tafsir dan Hedonisme Transendental)5a.pdf Download (3MB) | Preview

Abstract

Berbicara surga dalam Al-Qur’an, artinya berbicara tentang kenikmatan, kesenangan, keindahan dan kenyamanan manusia yang hakiki, namun kesenangan tersebut tampaknya banyak orang tidak mampu untuk mendapatkannya, justru hanya mencari kesenangan yang hanya bersifat fatamorgana. Orientasi hedonisme yang nyata kini telah bergeser pada orientasi hedonisme yang maya. Banyak manusia menjadikan kesenangan dunia sebagai tujuan seperti kemewahan, seksual, material, dan pusat perhatian manusia. Padahal semua kesenangan itu tidaklah abadi bila dibandingkan kesenangan akan kenikmatan surga. Kiai Shaleh Darat dalam tafsir Faiḍ ar-Raḥmān mencoba untuk meluruskan kembali orientasi kesenangan yang maya dan menanamkan kesenangan hakiki yang nyata. Penelitian ini menguatkan epistemologi penafsiran tafsir sufistik yang bernuansa isyārī karena pada sebagian kalangan, tafsir sufi-isyārī dinilai bukanlah penafsiran Al-Qur’an melainkan hanya khayalan bagi kaum sufi itu sendiri. Melalui penelitian kualitatif, dengan pendekatan kepustakaan (library research) melalui analisis konten pada tafsir Faiḍ ar-Raḥmān, epistemologi tafsir Faiḍ ar-Raḥmān dan analisis hedonisme transendental Epicurus pada penafsiran ayat-ayat penghuni surga, maka ditemukan tiga jawaban berikut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Makna surga secara ẓāhirī yaitu surga adalah tempat yang indah, nyaman, sejuk dan mengalir sungai-sungai, banyak buah-buahan, bidadari, penghuninya abadi dan tidak berubah yang disediakan bagi orang-orang beriman. Makna surga secara isyārī yakni didasarkan pada tingkatan keimanan, yakni Mu’mīn ‘Awām, Khawāṣ dan Khawāṣ al-Khawāṣ. Surga yang dideskripsikan sebelumnya dinisbahkan untuk orang ‘Awām. Orang Khawāṣ mendapatkan kenikmatan yang lebih tinggi, sementara orang Khawāṣ al-Khawāṣ mendapatkan semua kenikmatan itu serta kedekatan dengan Allah SWT sebagai kenikmatan tertinggi yang tidak didapatkan oleh Mu’mīn ‘Awām dan Mu’mīn Khawāṣ. 2. Cara Kiai Shaleh Darat menafsirkan ayat-ayat penghuni surga dilakukan dengan menjelaskan makna Al-Qur’an secara ẓāhir kemudian ditarik makna isyārī-nya, sehingga penafsirannya tidak menyimpang jauh dari toleransi naṣ ayat, selain itu penafsirannya juga diperkuat ayat lain, hadis Nabi, qaul sahabat dan perkataan salaf as-ṣaleh sehingga meminimalkan kesalahan dalam penafsiran. 3. Melalui analisis hedonisme Epicurus, penafsiran ayat-ayat penghuni surga dalam tafsir Faiḍ ar-Raḥmān memiliki nilai hedonisme transendental, seperti hidup secara alamiah, tidak mengikuti hawa nafsu, mengambil kebutuhan dunia hanya sekedar hajatnya saja, tidak berlebihan, tidak serakah terhadap kesenangan dunia, berorientasi pada hidup yang wajar dan membangun kedekatan dengan Allah.

Actions (login required)

View Item