KEDUDUKAN HAKAM DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB DAN RELEVANSINYA DALAM KONTEKS KEINDONESIAAN

MEGA, PUTRI INDRIANI (2022) KEDUDUKAN HAKAM DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB DAN RELEVANSINYA DALAM KONTEKS KEINDONESIAAN. Skripsi thesis, UIN Prof. K. H. Saifuddin Zuhri.

[img]
Preview
Text
MEGA PUTRI INDRIANI (1717304028).pdf

Download (3MB) | Preview

Abstract

Kedudukan hakam dalam penyelesaian perkara syiqaq memang mempunyai letak dasar dalam perbedaan penafsiran, lantas bagaimana pendapat empat madzhab dalam memahami nash Al-Qur’an yang menimbulkan penafsiran-penafsiran berbeda mengenai kedudukan hakam. Adapun penelitian ini disusun guna menganalisis pendapat empat madzhab dalam kedudukan hakam dan metode istinbath dari penyelesaian perkara syiqaq. Penelitian yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian pustaka (library research) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sumber data primer dan sekunder. Data primernya diperoleh dari Kitab Al-Muwata sebagai rujukan dari pendapat madzhab Maliki, Kitab Al- Umm sebagai rujukan dari pendapat madzhab Syafi’i, dan Kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudomah sebagai rujukan dari pendapat madzhab Hambali dan madzhab Hanafi, dan sedangkan data sekunder diperoleh dari buku dan artikel yang berhubungan dengan kedudukan hakam dalam penyelesaian perkara syiqaq. Metode analisis data yang digunakan pada skripsi ini adalah metode analisis komparatif, yaitu membandingkan perbedaan dan persamaan mengenai kedudukan hakam dalam penyelesaian perkara syiqaq sebagai alasan perceraian perspektif empat madzhab dan relevansinya dalam konteks keindonesiaan. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan dalam penyelesaian sengketa tersebut, Madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hambali menjelaskan bahwa hakam itu berarti wakil atau sama halnya dengan wakil, dengan demikian hakam tidak boleh menjatuhkan talak kepada pihak istri sebelum mendapat persetujuan dari pihak suami, begitu pula hakam dari pihak istri tidak boleh mengadakan khulu’ sebelum mendapat persetujuan dari pihak suami. Sedangkan menurut madzhab Maliki hakam itu berarti hakim. Sebagai hakim, hakam boleh memberikan keputusan untuk menceraikan suami istri atau juga berusaha mendamaikan tanpa harus meminta persetujuan terlebih dahulu kepada suami-istri. Sedangkan kaitannya dengan konteks keindonesiaan, Undang-undang No. 7 Tahun 1989 yang diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, mengadopsi pendapat jumhur ulama dimana didalamnya disebutkan tentang tata cara proses penyelesaian perkara syiqaq dengan melalui pemeriksaan saksi-saksi keluarga atau orang-orang terdekat suami istri dan kemudian dapat mengangkat hakam dengan menggunakan cara mediasi terlebih dahulu. Selain lebih relevan pendapat madzhab Hanafi, Syafi’i, Hambali tersebut juga sesuai dengan perintah yang terkandung pada Surat An-Nisa’ Ayat 35. Kata kunci : syiqaq, hakam, empat madzhab dan Relevansi Keindonesiaan.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Uncontrolled Keywords: syiqaq, hakam, empat madzhab dan Relevansi Keindonesiaan.
Subjects: 2x4. Fiqih > 2x4.3 Munakahat > 2x4.32 Nusyuz dan Syiqaq
2x4. Fiqih > 2x4.3 Munakahat > 2x4.33 Perceraian
Divisions: Fakultas Syariah > Perbandingan Madzhab
Depositing User: Mega Putri Indriani sdri
Date Deposited: 12 Oct 2022 06:39
Last Modified: 12 Oct 2022 06:39
URI: http://repository.uinsaizu.ac.id/id/eprint/16397

Actions (login required)

View Item View Item