Hukum Akad Jual Beli Najasy (Rekayasa Permintaan Pasar) Perspektif Imam al-Rafi'i (555 H - 623 H) dan Ibnu Qudamah (541 H - 620 H)

Rifki Fadli, Ardiansyah (2023) Hukum Akad Jual Beli Najasy (Rekayasa Permintaan Pasar) Perspektif Imam al-Rafi'i (555 H - 623 H) dan Ibnu Qudamah (541 H - 620 H). Skripsi thesis, UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto.

[img]
Preview
Text
Cover_Bab I_Bab V_Daftar Pustaka.pdf

Download (367kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Rifki Fadli A_Hukum Akad Jual Beli Najasy.pdf - Published Version

Download (1MB) | Preview

Abstract

Permasalahan jual beli najasy banyak dijumpai dalam akad-akad jual beli di sekitar kita bahkan sudah masuk ke dalam dunia transaksi modern. Sementara hal ini kurang diperhatikan oleh umat Islam sendiri. Imam al-Rāfi’ī (555 H – 623 H) dan Ibnu Qudāmah (541 H - 620 H) berpendapat bahwa jual beli najasy hukumnya haram tetapi sah akad jual belinya. Akan tetapi jika seseorang terkena tipuan dalam jual beli najasy, ia masih diberi kesempatan untuk melakukan khiyar antara melanjutkan jual belinya atau membatalkannya. Dalam hal ini Imam al-Rāfi’ī dan Ibnu Qudāmah memiliki pandangan berbeda terkait hak khiyar tersebut. Maka dari itu, penulis tertarik untuk menganalisis hukum akad jual beli najasy (rekayasa permintaan pasar) perspektif Imam al-Rāfi’ī dan Ibnu Qudāmah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Sedangkan metode yang digunakan oleh penulis yaitu content analysis dan studi komparatif. Adapun sumber data primer yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah kitab al-‘Aziz Syarh al-Wajiz Juz 4 karangan Imam al-Rāfi’ī dan Kitab al-Mugni Juz 6 karangan Ibnu Qudāmah. Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan adalah berupa buku-buku dan jurnal lainnya. Menurut Imam al-Rāfi’ī, jual beli najasy hukumnya haram dengan alasan terdapat unsur khadi’ah (penipuan). Jika seseorang terlanjur melakukan akad jual beli najasy, sementara penjual tidak bersekongkol bersama najisy, maka ia tidak diberi hak khiyar, sedangkan apabila penjual bersekongkol bersama najisy, maka seseorang tersebut diberi hak khiyar. Adapun menurut Ibnu Qudāmah hukumnya haram dengan alasan terdapat unsur tagrir (penipuan). Jika seseorang terlanjur melakukan akad jual beli najasy dengan tingkat penipuannya secara adat kebiasaan tergolong wajar, maka ia tidak diberi hak khiyar. Sedangkan apabila tingkat penipuannya secara adat kebiasaan tergolong tidak wajar, maka ia diberi hak khiyar. Persamaan pendapat keduanya terdapat pada status hukum haramnya jual beli najasy yang didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA. Perbedaan pendapat antara Imam al-Rāfi’ī dan Ibnu Qudāmah adalah pada jenis khiyar yang ditetapkan ketika seseorang yang terkena tipuan najisy. Menurut Imam al-Rāfi’ī, khiyar yang berlaku adalah khiyar naqisah. Sedangkan menurut Ibnu Qudāmah, khiyar yang berlaku adalah khiyar gabn. Perbedaan pendapat tersebut disebabkan oleh perbedaan latar belakang mazhab yang dianut keduanya.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Uncontrolled Keywords: Imam al-Rafi’i, Ibnu Qudamah, Jual beli najasy, najisy, khiyar
Subjects: 2x4. Fiqih > 2x4.2 Muamalah > 2x4.21 Jual Beli (Termasuk Salam dan Lelang)
Divisions: Fakultas Syariah > Perbandingan Madzhab
Depositing User: RIFKI FADLI ARDIANSYAH sdr
Date Deposited: 01 Feb 2023 08:32
Last Modified: 01 Feb 2023 08:32
URI: http://repository.uinsaizu.ac.id/id/eprint/18058

Actions (login required)

View Item View Item